Survei DTS Skenario Head to Head Capres 2024, Pengamat: Kans Anies Lebih Menjual
Sejumlah simulasi atau skenario memperhadapkan para bakal calon presiden di Pilpres 2024 oleh sejumlah lembaga survei beberapa waktu terakhir hampir selalu memunculkan tiga nama terkuat yakni Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Dalam survei publik terakhir yang digelar lembaga Development Technology Strategy (DTS) Indonesia pada Februari 2022, skenario memperhadapkan dua nama ( head to head) mengerucut pada dua nama yang pasti lolos sampai putaran kedua, yaitu Anies dan Ganjar. Terkait sejumlah hasil skenario kontestasi head to head di pilpres 2024 tersebut, analis politik sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago melihat peluang kompetisi dua nama justru akan terjadi pada Anies Prabowo.
“Anies memang terlihat trennya lebih bagus ke depannya ketimbang Prabowo, kalau misalnya kalau tidak ada calon lain, head to head Anies versus Prabowo. Tetapi kans Anies lebih menjual dan lebih punya peluang memenangkan kontestasi elektoral,” ujar Pangi Syarwi saat dikonfirmasi pada Kamis (3/3/2022) malam. Terkait nama nama kepala daerah yang mendominasi potret pilihan publik sebagai calon presiden, Pangi menyebutkan bahwa saat ini memang publik lebih mudah menandai calon pemimpin dari yang terlihat riil dan konkret. “Saya melihat publik lebih mudah menilai kinerja kepala daerah, karena langsung bersentuhan dengan masyarakat, riil dan lebih kongkret dibandingkan ketua partai dan menteri. Kerjanya lebih bisa langsung dirasakan oleh masyarakat,” ujarnya.
Oleh karenanya, lanjut Pangi, Anies, Ganjar dan Prabowo sama sama masih punya panggung untuk terus menggelembungkan rating elektoralnya dari sekarang. Meski Pangi menilai ada kemungkinan elektabilitas menurun ketika sudah tidak punya jabatan lagi, sehingga tidak lagi menjadi sorotan dan perbincangan publik juga media. “Perilaku pemilih masih tetap lebih melihat kinerja prestasi dan itu harus mudah diketahui publik atau masyarakat terkait apa yang mereka kerjakan, sehingga kerja kepala daerah adalah kerja elektoral,” ujar Pangi. Setiap prestasi, capaian dan keberhasilannya sebagai kepala daerah, sambung Pangi, secara otomatis menjadi bonus elektoral untuk modal pilpres. Bonus elektoral itu bisa berupa peningkatan popularitas, tingkat disukai, tingkat penerimaan (akseptabilitas), hingga keterpilihan (elektabilitas).
“Jadi pilpres itu sebetulnya hanya bonus, yang dilihat publik apa yang mereka bisa lakukan, apa bukti kinerjanya, sehingga masyarakat bisa yakin untuk memilihnya,” tutupnya.